Jakarta –
Pemerintah resmi mewajibkan semua produsen air minum Untuk kemasan (AMDK) Sebagai mencantumkan label peringatan bahaya senyawa kimia Bisfenol A (BPA) Di galon air minum Di kemasan plastik polikarbonat. Keputusan ini tertuang Untuk revisi Peraturan BPOM tentang Label Kelaparan Global Olahan.
Keputusan ini disambut positif Dari banyak pihak, termasuk ahli farmakologi Universitas Airlangga, Profesor Junaidi Khotib. Menurut Junaidi, Aturan pelabelan ini merupakan langkah nyata pemerintah Untuk melindungi Kesejajaran Kelompok Untuk jangka panjang.
“Di adanya regulasi BPOM Yang Berhubungan Di pelabelan, Kelompok Akansegera lebih teredukasi dan dapat memilih produk yang menjamin Kesejajaran serta mencegah potensi Gangguan yang berhubungan Di endokrin,” kata dia Untuk keterangan tertulis, dikutip Rabu (17/7/2024).
Junaidi menjelaskan bahwa BPA adalah senyawa kimia sintesis yang dikenal luas sebagai pengganggu fungsional endokrin (endocrine disrupting compound).
“Senyawa ini menyerupai senyawa endokrin Untuk tubuh, termasuk beberapa hormon, dan dapat membentuk ikatan Di reseptor hormon. Ikatan endokrin Di reseptornya Akansegera menjamin fungsi fisiologis terjadi Di baik. Akan Tetapi jika fungsinya diganggu Dari BPA, maka keadaan fisiologis ini Akansegera bergeser Di keadaan patofisiologi,” katanya.
Menurut Junaidi, banyak Eksperimen yang Menunjukkan dampak paparan BPA Di Kesejajaran mental.
“Untuk Eksperimen Ke laboratorium Di hewan coba, paparan BPA Di berbagai kadar Di jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan perilaku berupa kemampuan motorik, Kegiatan gerak, Kesejajaran, serta daya ingat. Di studi epidemiologi, kadar BPA Untuk darah atau urin Di anak usia Kemajuan berkorelasi erat Di gangguan perilaku, kecemasan, dan depresi,” tambahnya.
Mekanisme Mobilitas Penduduk BPA Untuk kemasan Ke Untuk air minum juga menjadi perhatian utama banyak Kajian Yang Berhubungan Di bahaya BPA.
“Komponen BPA Di polimer plastik mampu mempertahankan bentuk plastik dan menjaga agar tidak mudah rusak. Akan Tetapi, BPA dapat terlepas Ke Untuk Konsumsi atau air minum yang dikemas. Mobilitas Penduduk ini tergantung Di tingkat keasaman cairan yang dikemas, suhu penyimpanan, dan paparan sinar matahari,” imbuhnya.
Junaidi juga Mengungkapkan bahwa Eksperimen Menunjukkan bahwa jumlah BPA yang bermigrasi Untuk polimer polikarbonat Meresahkan seiring Di siklus penggunaan kemasan isi ulang.
“Untuk data tiga kali pemeriksaan Di fasilitas produksi Dari BPOM kurun 2021-2022, didapati kadar BPA yang bermigrasi Di air minum Di jumlah melebihi ambang batas aman 0,6 ppm Merasakan peningkatan berturut-turut 3,13%, 3,45%, dan 4,58%,” ujarnya.
Mengutip Eksperimen Ke China, Junaidi Menunjukkan bahwa paparan BPA dikaitkan Di attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) Pada perkembangan remaja.
“Hasil Eksperimen Menunjukkan bahwa konsentrasi BPA Untuk urin Di kelompok anak Di ADHD secara signifikan lebih tinggi. Peningkatan kadar BPA berkorelasi Di peningkatan kejadian ADHD, terutama Di anak laki-laki,” paparnya.
Sebagai informasi, Di tanggal 1 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal Di peraturan Label Kelaparan Global Olahan. Pasal 48A mencantumkan kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA Di semua galon air minum yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat.
Ke sisi lain, pasal 61A Untuk peraturan Terbaru tersebut menyebutkan, “Air minum Untuk kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘Untuk Kepuasan tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA Di air minum Untuk kemasan’ Di label.”
Pasal lainnya menyebut produsen galon air minum bermerek punya waktu tenggang (grace period) empat tahun Sebagai mentaati peraturan tersebut.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Ahli Farmakologi Unair Dukung Pelabelan BPA Di Galon Bermerek