Jakarta –
Taman Safari Indonesia (TSI) kembali Didalam Sebab Itu sorotan publik. Bukan Lantaran atraksi hewan atau Inisiatif konservasinya, tapi Lantaran laporan mengejutkan Didalam sejumlah mantan Manajer sirkus yang mengaku pernah Merasakan Kekejaman Di bekerja.
Tindak Kejahatan ini mencuat Hingga publik Di bulan ini, Di mana beberapa mantan Manajer Oriental Circus Indonesia (OCI) yang berada Di bawah naungan TSI, melapor Hingga Kementerian Hukum dan Hakasasi Manusia. Mereka mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi Pada puluhan tahun.
Untuk pengakuan Mantan Manajer OCI kepada Wakil Pembantu Presiden Tim Menteri Hakasasi Manusia, Mugiyanto, Selasa (15/4/2025) menyebut ada praktik perbudakan dan Kekejaman. Cerita itu pun langsung viral Di media sosial dan memicu kemarahan netizen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kemarin saya Memperoleh audiensi Didalam para korban Kekejaman, pelecehan, dan dugaan perbudakan. Didalam keterangan yang para korban yang semuanya perempuan ini, diduga telah terjadi Pelanggar Hakasasi Manusia. Kejadian ini sudah puluhan tahun yang lalu Di tempat mereka bekerja, yaitu sebuah Usaha pengelola hiburan sirkus,” ujar Mugiyanto, Untuk unggahannya Di akun resmi Instagramnya.
Didalam laporan teresebut dilakukan Pembaruan dan Kementerian Hakasasi Manusia pun memanggil pihak TSI Sebagai Menyediakan tanggapan Yang Berhubungan Didalam hal itu. Komisaris TSI, Tony Sumampouw, membantah tuduhan itu dan mengatakan tuduhan itu salah alamat.
“Ini tidak ada kaitannya Didalam Taman Safari, Taman Safari kok dibawa-bawa, itu satu. Kedua sirkus, nah sirkus itu Didalam orang sirkus juga harus membuat statement juga bahwa ini tidak ada,” jelas Tony dikutip Didalam detikNews, Minggu (20/4).
Asal-usul OCI
Tony mengungkapkan bahwa sebagian mantan Manajer sirkus OCI merupakan anak-anak yang Sebelum kecil dibesarkan Di panti asuhan. Mereka mulai mengenal dunia sirkus ketika memasuki usia 6 hingga 7 tahun.
Menurut Tony, Di tahun 1997, para mantan Manajer sirkus OCI sempat melaporkan dugaan Kekejaman yang mereka alami kepada Komnas Hakasasi Manusia. Laporan tersebut Sesudah Itu ditindaklanjuti Didalam pembentukan Skuat investigasi, salah satu tugasnya adalah menelusuri latar Di keluarga para pelapor.
“Waktu dicari orang tua mereka, saya nggak ikut, yang ikut Pak Hamdan Zoelva Didalam Pak Poltak Hutajulu Didalam staf Didalam Komnas Hakasasi Manusia yang dulu (era 1997-1998),” katanya.
“Malah Pak Hamdan ini yang mengingatkan saya ‘itu kan dulu kita yang Hingga Kalijodo’. Memang Di situ kan ada penampungan anak-anak, saya nggak enak ngomongnya, istilahnya anak-anak yang orang tuanya tidak diketahui. Nah Di itu kan anak-anak itu diselamatkan Hingga panti-panti,” lengkap Tony.
Tony menjelaskan bahwa anak-anak tersebut telah diasuh Sebelum bayi Di panti-panti asuhan. Sesudah beranjak usia 6 atau 7 tahun, mereka mulai diperkenalkan Didalam pelatihan sirkus.
Tony juga mengenang pertemuannya Didalam almarhum Baharuddin Lopa, salah satu anggota Komnas Hakasasi Manusia Di itu. Baharuddin dan timnya turut menelusuri asal-usul anak-anak tersebut. Setelahnya, anak-anak itu diberi nasihat agar tidak terpengaruh Didalam pihak ketiga dan tetap menghargai orang-orang yang telah merawat dan membesarkan mereka.
Berbeda Entitas
Untuk kesempatan wawancara Didalam detikSore, Di Kamis (17/4/2025) Legal & Corporate Secretary TSI, Bara Tamardi Kusno, menjelaskan bahwa TSI dan OCI merupakan sebuah entitas yang berbeda. Baik secara legal maupun operasional.
“OCI berdiri Sebelum 1967 dan berhenti beroperasi Di Di tahun 1997. Sambil Itu Taman Safari berdiri Di 1981 dan hingga kini masih fokus Di bidang konservasi satwa. Tidak pernah ada hubungan Usaha atau kerja sama Di TSI dan OCI,” jelasnya.
Ia menakankan meski adanya kesamaan pemilik, bukan berarti kedua entitas perusahaan itu Memperoleh kesinambungan. Dan ia juga menyebut bahwa sirkus OCI belum pernah dilakukan Di Taman Safari.
“Justru pertunjukan sirkus OCI pun tidak pernah diselenggarakan Di Untuk kawasan Taman Safari,” ucap Bara.
Bara juga mengungkapkan jika pihaknya pernah Memperoleh somasi Didalam kuasa hukum Mantan Manajer OCI yang meminta kompensasi senilai Rp 3,1 miliar. Sesudah dicek, tak ada bukti bahwa orang-orang yang disebutkan adalah karyawan Didalam TSI hingga pihaknya membalas somasi itu Didalam mengatakan bahwa TSU bukan pihak yang harus bertanggungjawab Di persoalan itu.
“Sesudah kami telusuri, mereka bukan karyawan kami, dan kami tidak Memperoleh catatan pernah memperkerjakan mereka,” ucapnya.
Reputasi Di Mata Publik
Bara pun berharap kepada Kelompok Sebagai melihat permasalahannya Didalam jernih, mampu melihat Didalam jelas, dan jangan mencampuradukkan masalah. Lantaran menurutnya Untuk Kontek Sini, pentingnya mengklarifikasi langsung Hingga pihak OCI.
Terlebih, ia menyayangkan Untuk Perkara Pidana yang saah sasaran ini nama besar TSI sangat dirugikan. Membuat citra negatif yang begitu membekas.
“Nama kami dicatut, reputasi kami dirugikan. Kami Lagi mengumpulkan bukti-bukti Sebagai tindakan hukum jika diperlukan,” sebutnya.
(upd/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Dugaan Eksploitasi hingga Salah Persepsi