Sukabumi –
Aturan membayar royalti Untuk setiap lagu yang diputar Di kafe dan restoran menuai pro dan kontra. Pengusaha kafe Di Sukabumi pun mengutarakan pendapatnya.
Wacana kewajiban membayar royalti Di pemutaran Alunan Di ruang publik menuai sorotan. Menurut pengusaha kafe Di Sukabumi, Aturan itu justru membingungkan dan Berpotensi Untuk menimbulkan ketakutan Di kalangan pelaku usaha.
“Di 2025 ini, menurut saya justru makin ribet Sebab aturan soal royalti. Lagu itu kan dibuat Untuk dinikmati semua orang, kenapa harus dijadikan royalti dan berbayar?,” ujar Indra Saputra, salah satu pengusaha kafe yang ditemui, Kamis (7/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun mempertanyakan logika aturan tersebut. Malahan, yang ekstrem lagi, jika lagu-lagu bertema kenegaraan kemungkinan Berencana dikenakan bayar royalti juga.
“Nanti kalau lagu Negeri diputar, itu juga pakai royalti? Untuk saya sih yang usaha Di kafe kurang setuju ya Di adanya pelarangan ataupun royalti Di hal tersebut,” ujar dia.
Sampai Sekarang, memang belum ada imbauan resmi Bersama pemerintah Yang Berhubungan Bersama Aturan tersebut. Pada ini, informasi soal kewajiban membayar royalti Alunan hanya ia dapat Bersama media sosial.
“Belum ada surat resmi atau imbauan Bersama pemerintah. Saya tahunya cuma Bersama medsos saja. Tapi kalau memang ini sudah berjalan, harusnya ditinjau ulang. Sebab ini bukan cuma soal Alunan, tapi bisa berdampak Di Komunitas luas,” ungkapnya.
Ia menilai, jika aturan ini diterapkan tanpa kejelasan dan sosialisasi, maka dampak buruknya adalah Komunitas tidak lagi bisa menikmati Alunan secara bebas. Pelaku usaha pun, kata dia, Berencana berpikir berkali-kali Untuk memutar lagu Di kafe mereka.
“Yang tadinya orang bisa santai dengerin lagu Di kafe, bisa-bisa malah cuma dengar suara jangkrik. Kan nggak lucu. Apalagi kita ini bayar Pph juga Di pemerintah,” katanya.
Seperti diketahui, pelaku usaha kafe dan restoran diwajibkan membayar Pph Produk Internasional dan Jasa tertentu (PBJT) sebesar 10 persen Bersama penghasilan.
“Selain beban Pph PBJT 10 persen, kalau ditambah beban royalti ya makin berat. Jangan sampai nanti kafe-kafe malah sepi Alunan, sepi pengunjung juga,” tutupnya.
Penggunaan lagu dan pembayaran royalti dikenakan sebagai bentuk layanan publik yang bersifat komersial. Seperti diatur Di Di Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021 Ditengah lain seminar dan konferensi komersial, Pentas Musik Alunan, bioskop, pameran dan basar, pertokoan, Tv, radio, hotel, karaoke, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek, dan sebagainya.
Karena Itu, pemutaran Alunan, lagu ataupun penggunaan lainnya Di lokasi-lokasi Di atas Bersama tujuan komersial wajib membayarkan royalti. Mekanisme pembayaran royalti lagu dan atau Alunan Pada ini dihimpun dan didistribusikan Dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurut Keputusan Pembantu Kepala Negara Hukum dan Hak Fundamental Nomor HKI.02/2016 (acuan PP No. 56 Tahun 2021), tarif royalti yang berlaku Untuk usaha Minuman bermusik Di restoran atau kafe royalti pencipta sebesar Rp 60 ribu per Sofa per tahun, dan royalti hak Yang Berhubungan Bersama sebesar Rp 60 ribu per Sofa per tahun.
——–
Artikel ini telah naik Di detikJabar.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Ribut-ribut Bayar Royalti Alunan Di Kafe, Begini Kata Pengusaha Di Sukabumi