baca juga: Spesifikasi Rudal Khan Turki yang Dibeli Indonesia
Lompatan kisah sukses alutsista buatan negeri yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan itu bisa dilihat Di keputusan Kementerian Defender (Kemhan) membenamkan CMS beserta rudal buatan Turki sebagai tulang punggung fregat kebanggaan bangsa yang kini Di dibangun PT PAL, yakni Fregat Merah Mutih (FMP). CMS buatan perusahaan plat merah Turki, Havelsan, menggantikan CMS Di Thales, Prancis.
Perubahan jeroan fregat turunan fregat kelas Iver Huitfeldt yang diproyeksikan Memiliki berat 5,996 ton dan panjang 140m itu disampaikan PT PAL Di rilisnya Di medio Mei 2024 lalu. Perusahaan berbasis Di Surabaya itu menjelaskan, pergantian CMS dan rudal Merencanakan terbentuknya ekosistem persenjataan Mutakhir.
Terbentuknya ekosistem persenjataan Mutakhir seolah menjadi kode keras bahwa alutsista Turki on the way mendominasi jeroan kapal Konflik Bersenjata dan bakal menjadi back bone persenjataan TNI Bagi waktu yang lama. Lebih progresif lagi, Kemhan sebagai decision maker sudah masak Merencanakan variabel interoperabilitas kapal-kapal Konflik Bersenjata TNI yang Sebelumnya Itu mayoritas menggunakan CMS produksi Thales. Perubahan juga mencakup instrumen sistem pendaratan (instrument landing system/ILS).
Sebab itulah, pemasangan CMS beserta rudal Turki juga bukan Bagi FMP, tapi juga Bagi 41 kapal Konflik Bersenjata TNI lainnya yang kini Di menjalani Langkah refurbishment, atau dikenal Bersama Proyek R41. Di modernisasi tersebut, CMS dan rudal semua kapal Konflik Bersenjata diganti produk negeri yang pernah Memperoleh julukan The Sick Man of Europe itu. PT PAL mengistilahkan langkah tersebut sebagai bentuk communality Mutakhir Di kapal Konflik Bersenjata TNI AL.
Bagi diketahui, kapal Konflik Bersenjata TNI atau KRI yang menjalani Proyek R41 mulai Di kelas Fatahillah, kelas Malahayati, kelas Halasan, hingga kelas Raden Eddy Martadinata. Modernisasi bukan hanya dilakukan PT PAL saja, Tetapi juga melibatkan sejumlah galangan kapal swasta kebanggaan nasional, yakni PT Batamec, PT Waruna Shipyard, PT Dok Bahari Nusantara, dan PT Palindo Shipyard.
Selain FMP dan 41 kapal Konflik Bersenjata yang menjadi modernisasi, Aturan yang lazim dilabeli publik Bersama istilah Turkifikasi itu juga berlaku Bagi dua kapal offshore patrol vessel (OPV) yang Di dikerjakan galangan kapal PT Daya Radar Utama (DRU). CMS yang Akansegera dibenamkan sama Bersama kapal Konflik Bersenjata lainnya, yakni buatan Havelsan.
Dikutip Di berbagai sumber, Advent (Network Supported Data Integrated) SYS -demikian merek CMS Havelsan, adalah sistem komando dan kontrol generasi terbaru yang dirancang Bagi Merespons kebutuhan pendekatan operasional yang berorientasi Di kekuatan dan didukung jaringan lebih Di satu kapal Konflik Bersenjata. CMS ini Memiliki arsitektur yang memfasilitasi User membuat keputusan secara cepat dan akurat, serta mampu menyajikan struktur fleksibel Di penggunaan senjata dan Alat Pengindera Mutakhir.
Berbarengan Bersama penandatangan Perjanjian Bersama Havelsan yang dilakukan Di ajang Indo Defence 2022 lalu, Kemhan juga meneken Perjanjian Bersama Roketsan sebagai produsen rudal Turki. Perusahaan tersebut Memiliki produk yang bakal menjadi andalan TNI, termasuk TNI AL, seperti Khan Missile System, Roketsan Trisula-O Missile System (OMS), Trisula-O Weapon System (OWS), Trisula-U Missile System, Trisula-U Weapon System (UWS), hingga Atmaca Missile yang Akansegera menjadi rudal utama Di kapal Konflik Bersenjata TNI AL.
Aturan Turkifikasi kapal Konflik Bersenjata TNI AL merupakan perubahan drastis yang perlu dikaji lebih Di. Beberapa pertimbangan dimaksud Di lain apakah layak alutsista Turki menjadi andalan kapal Konflik Bersenjata Di Di dinamika konflik Laut China Selatan yang memanas dan kemungkinan terlibatnya Bangsa-Bangsa besar Bersama Mutu alutsista state of the art? Atau, apakah Aturan menjadikan alutsista Turki sebagai ekosistem Mutakhir kapal Konflik Bersenjata TNI AL sekadar melepas ketergantungan Di alutsista barat atau diikuti Bersama agenda lain yang lebih strategis?
Persahabatan Kokoh
Istilah Turkifikasi yang mengemuka Di transaksi alutsista Bersama Turki belakangan ini sejatinya sudah dikenal berabad lampau. Definisi merujuk perubahan yang terjadi Di daratan Asia Kecil -atau dijuluki Antaolia bangsa Romawi dan Yunani- yang awalnya dihuni bangsa Hatti, Hurriyah, Iberia, Lydia, dan Galatia Bersama segala kebudayaanya, menjadi hampir seluruhnya ditinggali Komunitas yang menyebut diri sebagai bangsa Turki.
baca juga: Menperin Rayu Perusahaan Turki Tambah Penanaman Modal Di Indonesia
Dikutip Di tulisan Khazanah Di Republika.co.id, proses Turkifikasi dimulai abad 11 kala pendiri Kesultanan Turki Seljuk, Tughril Beg, diperintah Khalifah al-Qaim Di Dinasti Abbasiyah membendung pengaruh Kekaisaran Bizantium Di Daerah utara kekhalifahan Islam. Mutakhir Di 1071, putra Tughril Beg, Alp Arslan berhasil menekuk pasukan Bizantium. Sebelum momen itulah, Kesultanan Turki Seljuk menancapkan kekuasaan dan pengaruhnya Di Anatolia, hingga lambat laut mengeliminasi suku bangsa dan Kebiasaan Global yang eksis Sebelumnya Itu.
William Langer dan Robert Blake Di ‘’The Rise of the Ottoman Turks and Its Historical Background’’ menyebut, Komunitas Kristen yang masuk Islam pun perlahan Memperkenalkan bahasa Turki Di Karya sehari-harinya. Sebagai Alternatif kebudayaan Yunani yang telah mengakar Di kalangan Komunitas Anatolia, lambat laun melemah dan menghilang.
Perkawinan juga menjadi variabel yang mempercepat Turkifikasi, termasuk dilakukan para Sultan Turki, yang Sesudah Itu melahirkan para sultan serta para penerusnya. Dampak Turkifikasi secara drastis terjadi Di 1330-an Di beberapa nama kota Di Anatolia berganti menjadi nama Di bahasa Turki. Perubahan dimaksud Di lain, Angora menjadi Ankara dan Konstantinopel menjadi Istanbul.
Konteks Turkifikasi Di Tanah Air tentu berbeda Bersama cerita Anatolia, Sebab hanya Yang Berhubungan Bersama alutsista. Tetapi, dampak yang terjadi Di jangka panjang sangat Mungkin Saja Akansegera menghilangkan nama besar alutsista barat yang Pada ini mendominasi kapal Konflik Bersenjata TNI AL, seperti CMS Thales dan rudal anti-kapal permukaan Exocet. Sebagai Alternatif, Komunitas -khususnya prajurit TNI AL- nanti Akansegera Lebihterus akrab Bersama nama CMS Advent, rudal Atmaca dan lainnya, Sebab sebagian besar KRI yang mereka awaki menggunakan produk Turki, atau produk made in domestik hasil Pindah of technology Di Turki.
Pintu masuk Turkifikasi alutsista TNI secara yuridis terbuka kala Perundang-Undangan No 9 Tahun 2014 tentang Pengesahan Persetujuan tentang Kerjasama Industri Defender Di Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki diketuk Pukulan. Pengesahan kontitusi tersebut menindaklanjuti kemitraan strategis yang diteken Indonesia-Turki Di 2012 dan menjadi pondasi terjadinya kerja sama Defender, termasuk kerja sama alutsista antar-kedua Bangsa.
Sebelumnya Itu, Ankara dan Jakarta Di 2010 telah menyepakati kerja sama Di bidang industri Defender. Kesepakatan Di lain meliputi penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan Di Eksperimen bersama mulai Pembuatan, produksi dan proyek modernisasi, Dukungan timbal balik Di bidang produksi serta pengadaan produk industri jasa Defender.
Kedua Bangsa juga bersepakat Di penjualan produk akhir, penyediaan informasi ilmiah dan teknis, partisipasi pameran industri Defender dan simposium, serta jual-beli saling menguntungkan. Walaupun sudah terjalin kerja sama, bila dibanding Malaysia kehadiran alutsista Di Indonesia-Turki dibanding Malaysia-Turki sebenarnya kalah start.
Fakta ini bisa dibuktikan Bersama keberadaan panser andalan Malaysia made in FNSS Savunma Sistemleri Turki, yakni V8 Gempita, yang dirakit perusahaan Malaysia, DefTech, berdasar panser Pars 8×8. Sebanyak 12 Panser 8×8 sudah didatangkan Di 2014. Sedangkan Di Indonesia, alutsista Turki mulai menjadi pembicaraan Di PT Pindad meneken kerja sama Bersama FNSS Membuat medium tank Kaplan MT atau tank Harimau.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Turkifikasi Kapal Konflik Bersenjata Indonesia