Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
MEMAHAMI Syarat pidana Di Di undang-undang (KUHPidana) secara awam tidaklah terlalu sulit Lantaran awam biasa menerjemahkan suatu perbuatan melanggar undang-undang dan ada orang lain atau Kelompok yang Merasakan kerugian (korban). Tetapi demikian, jika pemahaman Didalam pendekatan teoritik, terlalu sulit Bagi dipahami Didalam mudah termasuk Dari Penyidik Polri dan Penyidik/Penuntut Jaksa Lantaran banyak teori dan pendapat berkaitan Didalam perbuatan yang dapat dipidana.
Syarat suatu perbuatan dapat dipidana/dihukum bukan hanya perbuatannya cocok (melanggar Undang-Undang atau Didalam rumusan tindak pidana Di Undang-Undang) melainkan juga masih harus diteliti, apakah pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya? Jika perbuatan seseorang telah cocok Didalam rumusan undang-undang Berencana tetapi perbuatan yang dilakukan Lantaran perintah Didalam undang-undang (melaksanakan hukuman mati), melaksanakan perintah jabatan, atau Di keadaan memaksa (hal-hal yang membenarkan perbuatan itu dilakukan), atau Lantaran Di bawah batas usia yang ditentukan Undang-Undang maka perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabakan kepadanya alias dipandang tidak bersalah karenanya hakim membebaskan pelakunya Didalam segala Keinginan hukuman (ontslag van allerechsvervolging).
Menetapkan seseorang menjadi Individu Terduga harus pertama ada dua alat bukti (Pasal 183 KUHP) dan Hakim memperoleh keyakinan Berencana Kesalahan Individu seseorang terdakwa. Jika hakim ragu-ragu Berencana Kesalahan Individu terdakwa maka terdakwa harus dibebaskan (in dubio pro reo). Hal ini yang terakhir ini hampir tidak terjadi Di Perkara Pidana Penyalahgunaan Jabatan, Kekerasan Politik, dan pencucian uang. Sedangkan jika Memperhatikan fakta Di beberapa Peristiwa Pidana tindak pidana Penyalahgunaan Jabatan, seharusnya ada beberapa yang menurut pengamatan penulis memenuhi asas hukum, in dubio pro reo tersebut.
Selain masalah pemahaman tentang perbuatan yang dipidana tersebut,masih ada beberapa masalah yang perlu disampaikan, Antara lain tentang asas tiada pidana tanpa Kesalahan Individu sebagai pilarnya Aturan Pidana Justru sering dikatakan pilar Negeri hukum. Yang dimaksud pilar Di sini adalah bahwa asas fundamental Aturan Pidana tersebut justru lahir Didalam Revolusi Rakyat Prancis Di Tahun 1789 menumbangkan rezim otoritarian Monarki Absolut bentuk Kerajaan Dari Kaisar Louis VII.
Asas fundamental Aturan Pidana tersebut justru memfungsikan Aturan Pidana sebagai sarana perlindungan Kelompok Didalam kesewenangan penguasa, bukan Sebagai Alternatif membenarkannya. Sedangkan asas fundamental Aturan Pidana yang merupakan pelajaran Di semester III Belajar Hukum Di universitas, telah dijadikan titik tolak proses Proses Hukum pidana Di memeriksa dan menuntut seseorang Individu Terduga/terdakwa.
Sekalipun demikian, asas fundamental tersebut Di praktik dijaga/dikawal Didalam asas hukum lain yang tidak kalah pentingnya yaitu asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang harus dipatuhi penyidik, penuntut, dan hakim Di proses Proses Hukum pidana. Asas hukum ini Di praktik hukum Di Indonesia sering diabaikan ketika seseorang ditetapkan sebagai Individu Terduga. Terhadapnya ditayangkan Melewati Tv dan diberitakan Di media sosial seolah-olah Disorot telah bersalah Sebelum ditetapkan sebagai Individu Terduga. Praduga bersalah (presumption of guilt) yang telanjur keliru, Justru bukan saja Dari Kelompok atau media sosial atau Tv tetapi juga Dari instansi penegak hukum .
Keadaan yang sama juga terjadi Di sidang-sidang Lembaga Proses Hukum tipikor khususnya kala Tv dan berita media sosial diizinkan meliputi proses persidangan Sebelum awal sampai akhir putusan Lembaga Proses Hukum, hal yang dilarang keras Di Di proses Proses Hukum Di Negeri lain juga Di Singapura dan Malaysia.
Jika seseorang ditetapkan Individu Terduga Di praktik hukum Di Indonesia, maka Individu Terduga dan keluarganya dipastikan Merasakan apa yang disebut “kematian perdata” yang dimaknai bahwa Individu Terduga dan keluarganya hampir dipastikan terasing atau diasingkan Didalam pergaulan sosial Di Kelompok dan Individu Terduga jika pegawai negeri atau swasta diberhentikan Sambil Itu Didalam jabatan atau kedudukannya. Apalagi penetapan Individu Terduga disebabkan Lantaran “titipan penguasa atau kolaborasi Antara oknum penegak hukum dan pihak lawan usaha, jelas terang-benderang merupakan suatu kezaliman, Di bahasa hukum, tindakan sewenang-wenang tanpa alas hukum.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Memahami Perbuatan yang Dapat Dipidana